Pada akhir masa
Paleolitik, iklim
Afrika Utara menjadi semakin panas dan
kering. Akibatnya, penduduk di wilayah tersebut terpaksa berpusat di sepanjang
sungai Nil. Sebelumnya, semenjak manusia
pemburu-pengumpul mulai tinggal di wilayah
tersebut pada akhir
Pleistosen Tengah
(sekitar 120 ribu tahun lalu), sungai Nil telah menjadi urat nadi kehidupan
Mesir.
[7] Dataran banjir Nil yang subur
memberikan kesempatan bagi manusia untuk mengembangkan pertanian dan masyarakat
yang terpusat dan mutakhir, yang menjadi landasan bagi sejarah peradaban
manusia
Peradaban Mesir Kuno tumbuh dan berkembang di Negeri Mesir,
sepanjang Lembah Sungai Nil. Peradaban Mesir Kuno bertumpu pada
pertanian sehingga amat bergantung kepada kesuburan tanah. Sungai Nil
merupakan urat nadi peradaban Mesir Kuno. Sungai terpanjang di dunia tersebut
tidak hanya menyediakan air, melainkan juga menyebabkan lahan subur yang luas
di sepanjang tepiannya. Setiap pertengahan Juli sampai pertengahan November,
curah hujan dan saiju di dataran tinggi Etiopia mengakibatkan kandungan
air Sungai Nil meningkat. Air sungai meluap dan membanjiri sepanjang tepiannya.
Saat air telah surut kembali, Sungai Nil meninggalkan endapan lumpur yang
sangat subur. Bangsa Mesir Kuno memanfaatkan lahan yang subur itu dengan
membangun pertanian sekaligus sistem irigasi untuk menanggulangi banjir.
Mulai 5000 SM, tumbuh desa-desa pertanian di sepanjang Lembah Sungai Nil. Dalam
perkembangannya desa-desa itu membentuk kota-kota lalu kerajaan. Sekitar 3300
SM, terdapat dua kerajaan di Mesir Kuno, yakni Mesir Hulu dan Mesir
Hilir. Mesir Hulu terletak jauh di selatan Delta Sungai Nil, sedangkan
Mesir Hilir terletak dekat Delta Sungai Nil sekitar 3100 SM, kedua kerajaan itu
dipersatukan oleh Firaun Menes. Persatuan itu menandai mulainya perdaban
Mesir Kuno yang menghasilkan sejumlah peninggalan yang menakjubkan dunia.
A. SISTEM KEKUASAAN RAJA
Sistem pemerintahan peradaban Mesir
Kuno adalah kerajaan. Berarti, kekuasaan
tertinggi berada di tangan raja. Menurut kepercayaan Mesir Kuno, kedudukan raja
yang mutlak (absolut) itu sesuai dengan kehendak para dewa. Mereka
percaya bahwa raja adalah turunan dewa matahari bernama Re. Dewa
tersebut dianggap sebagai raja pertama Mesir.
Raja dianggap amat suci sehingga rakyat biasa tidak boleh berhadapan langsung
dengan raja (melihat muka raja), bahkan menyebut nama raja. Bila mau menyebut
nama raja, rakyat Mesir kuno menyebut istilah Per-O (artinya “Istana
Agung”) sebagai ganti nama raja. Dari istilah itulah, diperoleh sebutan
Pharao atau Firaun untuk raja Mesir Kuno.
Tanggung jawab Firaun Mesir :
• Memerintah dengan adil.
• Memelihara keseimbangan alam semesta.
• Mengatur kelancaran sistem panen dan irigasi.
• Mengatur pemerintahan, hukum, dan kebijakan luar negeri.
• Memimpin angkatan perang.
• Memimpin upacara keagamaan.
a. Oganisasi Pemerintahan Mesir Kuno
Peradaban Mesir Kuno yang tinggi didukung oleh organisasi pemerintahan yang
mantap. Dalam menjalankan pemerintahanriya, raja dibantu oleh sejumlah pejabat
dan pegawai. Masing-masing sudah memiliki kedudukan dan tugas yang jelas.
Pejabat tertinggi di bawah raja adalah vassal, (raja bawahan): satu untuk Mesir
Hulu, satu untuk Mesir Hilir. Vassal Mesir Hulu berkedudukan di Memphis,
vassal Mesir Hilir berkedudukan di Thebe. Tugas utama vassal adalah
memantau pelaksanaan kebijakan pusat dan pengumpulan pajak.
Vassal membawahi sejumlah pegawai, juru tulis, dan duta. Pegawai bertugas
menangani urusan keuangan, bangunan kerajaan, lumbung, dan peternakan. Juru
tulis (sikretris) bertugas mencatat seluruh kegiatan pemerintahan sehingga
pemerintah mengetahui sejauh mana kebijakan dan aturan dijalankan. Duta
bertugas menangani hubungan luar negeri
b. Sejarah Pemerintahan Mesir Kuno
1. Kerajaan Mesir Tua (3100-2134 SM)
Kerajaan Mesir Tua berlangsung sejak
masa pemerintahan Firaun Menes sampai pemerintahan Firaun Pepi II. Mesir
dipersatukan di b awah pemerintah pusat yang kuat. Sebagai Raja Mesir Tua yang
pertama, Firaun Menes bergelar Nesut-biti, yang artinya raja bermahkota
kembar. Mahkota kembar melambangkan keberhasilannya mempersatukan Mesir Hulu
dan Mesir Hilir. Masa Kerajaan Mesir Tua dikenal sebagai Abad Piramida.
Pada masa itulah dibangun sejumlah piramida raksasa. Firaun terkenal selain
Menes dan masa itu antara lain Zoser, Cheops, Chefren, dan Mekaure.
Pada masa Kerajaan Mesir Tua, ibu kota terletak di Memphis. Ketika itu, Mesir
dibagi atas 42 distrik aministratif yang disebut nomes. Masing-masing
nomes dipimpin oleh seorang pejabat. Mula-mula, masa tugas pejabat di nomes
berlangsung singkat. Setelah selesai, mereka kembali ke Memphis. Lama kelamaan,
pejabat ini menetap secara permanen di nomes, dan disebut nomarch.
Mereka menjadi penguasa di nomesnya masing-masing. Bahkan, jabatan nomarch dipegang
seumur hidup dan berlaku turun-temurun. Semasa Firaun Pepi II berkuasa, pemerintah
pusat menjadi lemah karena persaingan di antara nomarch. Masing-masing
mempunyai kepentingan politik dan ekonomi. Persengketaan dan persaingan
kekuasaan yang berlarut larut membuat persatuan Mesir tidak bisa dipertahankan
lagi. Setelah Pepi II meninggal, Mesir terpecah belah. Keadaan itu menandai
berakhirnya masa Kerajaan Mesir Tua.
2. Kerajaan Mesir Pertengahan (2040-1640 SM)
Masa Kerajaan Mesir Pertengahan
diawali oleh keberhasilan Firaun Mentuhotep II dari Thebe menaklukkan
raja Herakleopolis. Mesir dipersatukan kembali dengan ibu kotanya Thebe.
Untuk memperkuat pemerintahan pusat, Mentuhotep melakukan pembersihan terhadap
berbagai pihak yang melawan kebijakannya. ia juga mengangkat sejumlah tokoh dan
Thebe yang loyal (setia) menjadi pejabat penting dalam pemerintahan.
Masa Kerajaan Mesir Pertengahan sempat ditandai perebutan kekuasaan. Ketika
itu, Amenemhet I berhasil menggulingkan Mentuhotep IV. Amenemhet
I kemudian memindahkan ibu kota Mesir ke Itjawy dekat Memphis. Akan tetapi,
kudeta itu tidak mengakhiri Kerajaan Mesir Pertengahan. Bahkan, kerajaan itu
mengalami kejayaan semasa pemerintahan Amenemhet I dan para penggantinya.
Firaun terkenal dari masa itu antaralain Senusret I, Senusret III,
dan Amenemhet III.
Pada awal masa Kerajaan Mesir Pertengahan, pengaruh para nomarch masih kuat.
Sepak terjang mereka dapat membahayakan persatuan Mesir. Untuk mengatasi
masalah itu, Senusret III melakukan reorganisasi. Nomes dihapuskan. Sebagai
gantinya, Mesir dibagi menjadi 3 daerah administratif yang disebut waret. Sejak
pemerintahan Ratu Sobek-neferu, pemerintahan pusat semakin lemah.
Sementara itu, muncul persaingan di antara pejabat pemerintahan.
Mesir kembali terpecah belah. Kondisi Mesir yang Iemah mengundang invasi musuh
dari luar. Akhir Kerajaan Mesir Pertengahan ditandai oleh serangan bangsa
Hyksos dan Timur tengah Selanjutnya, Mesir diperintah oleh bangsa dan
rumpun Semit itu. Ibu kota Mesir berpindah ke Awaris.
3. Kerajaan Mesir Baru (1552-1069 SM)
Kerajaan Mesir Baru diawali oleh
keberhasilan pasukan Mesir dibawah pimpinan Ahmosis mengusir bangsa Hyksos.
Masa ini merupakan masa paling gemilang dibandingkan dua masa sebelumnya. Mesir
membangun armada militernya menjadi amat kuat sehingga mampu memperluas wilayah
ke Asia Barat. Dengan kekuatan militernya, Mesir menjadi kerajaan yang amat
disegani di wilayah sekitar Laut Tengah ketika itu.
Kejayaan Kerajaan Mesir Baru didukung oleh keunggulan raja-raja yang
memerintah. Firaun ternama dari masa itu antara lain :
Firaun Ternama :
• Ahmosis
• Tuthmosis III
• Amenhotep IV
• Tutankhamun
• Ramses II
• Ramses III
Masa Kerajaan Mesir Baru juga ditandai oleh tampilnya para ratu. Mereka memiliki
pengaruh politik. Bahkan, Hatshepsut (permaisuri Tuthmosis II) pernah menjadi
penguasa tertinggi di Mesir, sebelum putera tirinya Tuthmosis III naik tahta.
Keruntuhan Kerajaan Mesir baru mulai muncul setelaah Ramses III meninggal.
Terjadi persaingan di antara kalangan pejabat tinggi dan pemimpin agama,
ditambah dengan korupsi yang merajalela. Mesir kembali terpecah belah. Sejumlah
wilayah taklukan melepaskan diri atau bahkan menyerbu masuk ke Mesir, seperti
bangsa Libya dan Nubia. Sejak tahun 1069 SM, Mesir berada di bawah kendali
kerajaan asing, seperti Nubia, Assyria, Persia, Macedonia, dan Romawi.
B. SISTEM KEPERCAYAAN
Sistem kepercayaan Mesir kuno adalah
polytheisme. Artinya, menyembah banyak
dewa-dewi. Bangsa Mesir mengenal sekitar 2000 dewa-dewi. Ada dewa-dewi yang
bersifat nasional, artinya disembah seluruh rakyat Mesir Kuno. Ada pula dewa-dewi
yang bersifat lokal, artinya disembah rakyat Mesir dan kalangan tertentu dan di
wilayah tertentu saja.
Dewa-dewi yang disembah secara nasional ternyata berbeda dari masa kerajaan
yang satu ke masa kerajaan yang lain. Pada masa Kerajaan Mesir Tua, pemujaan
utama terarah kepada Re, dewa matahari. Untuk memuja Re, bangsa Mesir
Kuno membangun kuil di Heliopolis. Pada masa Kerajaan Mesir Pertengahan,
pemujaan utama terarah kepada Osiris, dewa hakim di alam baka. Kemudian, pada
masa Kerajaan Mesir Baru, pemujaan utama terarah kepada Dewa Amun, raja para
dewa.
Dewa tersebut sering disembah bersama dewa matahari sehingga digabung menjadi Dewa
Amun-Re. Pembaharuan keagamaan pernah terjadi saat Amenhotep IV memerintah,
semasa Kerajaan Mesir Baru. Raja itu mengubah agama Mesir yang polytheis
menjadi monotheis. Meskipun ditentang kalangan pendeta Amun-Re, ia
menciptakan ibadah kepada satu dewa, yakni Aten, yang dilambangkan dengan
cakram matahari. Dewa-dewi lain dianggap tidak ada. Namun, setelah raja tersebut
meninggal, ibadah kembali terarah kepada Amun-Re dan dewa-dewi lainnya.
Dewa-dewi Mesir :
• Amun: raja para dewa,
• Re: dewa matahari,
• Shu: dewa udara,
• Set: dewa gurun, badai, dan bencana,
• Osiris: dewa hakim di alam baka
• Min: dewa kesuburan,
• Khonsu: dewa bulan,
• Anubis: dewa kematian,
• Ma’at: dewi keadilan dan kebenaran.
Selanjutnya, kepercayaan Mesir
Kuno tidak dapat dilepaskan dari tradisi pengawetan jenasah mummi. Tradisi
itu memperlihatkan kepercayaan Mesir Kuno bahwa orang yang telah mati akan
hidup abadi asalkan raganya tetap utuh. Mummi yang terkenal antara lain jenasah
Tutankhamun, firaun dan masa Kerajaan Mesir Baru, yang ditemukan oleh arkeolog
Inggris pada tahun 1922.
C. SISTEM TULISAN
Bangsa Mesir kuno telah mengenal tulisan sejak 3300 SM. Tulisan itu berupa
gambar (pictogram), tiap abjad dilambangkan dengan gambar tertentu.
Bangsa Mesir Kuno menamai sistem tulisannya sebagai “sabda para dewa”.
Sebutan itu diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani menjadi hieroglyph,
yang artinya “tulisan suci”. Itulah sebabnya, sampai sekarang kita
menyebut tulisan Mesir Kuno sebagai hieroglyph. Bangsa Mesir Kuno memahat
tulisan hieroglyph pada dinding bangunan. Di samping itu, mereka pun menulis
dengan semcam kuas ataupun pena dan tinta pada lembaran papyrus.
Lembaran itu terbuat dari dedaunan yang banyak tumbuh di Timur Tengah. Dan kata
papyrus itulah diperoleh kata paper untuk kertas.
Tidak semua rakyat Mesir Kuno sanggup menulis. Tulisan hieroglyph memerlukan
keahlian khusus. OIeh karena itu, orang yang terampil menulis hieroglyph (juru
tulis) mendapat perlakuan khusus. Perlakuan itu membuat juru tulis memperoleh
hak dan kedudukan istimewa. Dengan mudah mereka memperoleh pekerjaan di
kuil-kuil dan dalam pemerintahan. Telah kita ketahui bahwa juru tulis menjadi
bagian dari organisasi pemerintahan Mesir Kuno. Dalam perkembangannya, tulisan
hieroglyph hanya untuk keperluan keagamaan (kitab-kitab suci) dan pemerintahan
(hukum, laporan pajak,panen, dan urusan pemerintahan lain). Sedangkan untuk
keperluan lainnya digunakan sistem tulisan lain, yaitu hieratis dan demofis.
Tulisan hieratis digunakan semasa Kerajaan Mesir Tua, sedangkan tulisan demotis
digunakan sejak 700-an SM.
Kesusasteraan
Tulisan pertama kali ditemukan di lingkungan
kerajaan, terutama pada barang-barang di makam keluarga kerajaan. Pekerjaan
menulis biasanya hanya diberikan kepada orang-orang tertentu yang juga
menjalankan institusi
Per Ankh atau Rumah Kehidupan, serta perpustakaan
(disebut Rumah Buku), laboratorium, dan observatorium. Karya-karya literatur
yang terkenal sebagian ditulis dalam bahasa Mesir Klasik, yang terus digunakan
secara bahasa tertulis hingga sekitar tahun 1300 SM. Bahasa Mesir Akhir mulai
digunakan mulai masa Kerajaan Baru sebagai mana direpresentasikan dalam dokumen
administratif
Ramses, puisi dan kisah cinta, serta teks-teks
Demotik dan Koptik. Selama periode ini, berkembang tradisi menulis autografi di
makam. Genre ini dikenal sebagai
Sebayt (
instruksi) dan
dikembangkan sebagai usaha untuk menurunkan ajaran dan tuntunan bangsawan
terkenal.
Kisah Sinuhe yang ditulis dalam
bahasa Mesir Pertengahan juga dapat
dikategorikan sebagai literatur Mesir klasik. Contoh lainnya adalah
Instruksi Amenemope yang dianggap sebagai
mahakarya dalam dunia literatur timur tengah. Di masa akhir Kerajaan Baru,
Bahasa Mesir Akhir lebih banyak digunakan untuk menulis seperti yang terlihat
pada
Cerita Wenamun dan
Instruksi
Any. Cerita Wenamun menceritakan kisah tentang bangsawan yang dirampok
dalam perjalanannya untuk membeli cedar dari Lebanon dan perjuangannya kembali
ke Mesir. Sejak 700 SM, cerita naratif dan instruksi, seperti misalnya
Instruksi Onchshesonqy, dan dokumen-dokumen bisnis ditulis dalam bahasa
Demotik).
Banyak cerita pada masa Yunani-Romawi juga dalam bahasa Demotik, dan biasanya
memiliki setting pada masa-masa ketika Mesir merdeka di bawah kekuasaan Firaun
agung seperti
Ramses
II.
D. SISTEM PENANGGALAN
Bangsa Mesir Kuno amat tertarik pada astronomi (ilmu perbintangan). Mereka
telah memahami adanya perbedaan antara planet-planet dan bintang-bintang.
Pengetahuan itu mereka gunakan untuk membuat sistem penanggalan. Penanggalan
Mesir Kuno berdasarkan peredaran bintang-bintang. Bintang yang merek anggap
penting adalah Sopdet (Sirius). Berdasarkan pengamatan mereka, Sopdet
menghilang di balik cakrawala pada saat yang sama setiap tahun, dan muncul
kembali tepat 70 hari kemudian sebelum matahari terbit. Kemunculan itu
bersamaan dengan naiknya permukaan Sungai Nil yang mengawali banjir tahunan.
Bangsa Mesir Kuno menyebut saat itu sebagai tahun baru. Mereka menyebutnya wepet
renpet
Penanggalan yang pertama itu dibuat semasa Kerajaan Mesir Tua. Tokoh yang
berjasa membuat penanggalan itu bernama imhotep, seorang imam agung, arsitek,
dan dokter semasa pemerintahan Firaun Sozer. Berdasarkan penanggalan itu, 1
tahun terdiri atas 365 hari. Penanggalan itu juga mengenal tahun kabisat.
Ketika Julius Caesar dari Romawi mengunjungi Mesir, ia terkagum-kagum oleh
sistem penanggalan bangsa itu. Berdasarkan penanggalan Mesir itu, ia membuat
sistem penanggalan Romawi yang di kemudian hari menjadi dasar penanggalan
Masehi sekarang ini.
E. BANGUNAN
Sejak masa Kerajaan Mesir Tua, peradaban
Mesir Kuno mampu menghasilkan bangunan yang menakjubkan. Adanya beragam
bangunan yang megah itu menunjukkan bahwa bangsa Mesir Kuno telah mengenal seni
arsitektur. Sebelum mulaimembangun, para arsitek membuat gambar rancangan dan
model bangunan yang akan dibuat. Setelah disetujui raja, pengerjaan dapat
dilakukan. Bangunan itu antara lain sebagai berikut.
1. Piramida
Piramida adalah membangun raksasa dari batu yang digunakan sebagai
makam raja-raja beserta keluarga mereka. Piramida pertama dibangun oleh Imhotep
untuk makam Firaun Sozer. Piramid itu terdapat di Sakkara. Sejumlah piramida
termashur lainnya terdapat di Giza (Gizeh) untuk makam Firaun Cheops (Khufu),
Chefren, dan Mekaure.
Pembangunan piramida didasari oleh penghargaan tinggi bangsa Mesir Kuno
terhadap raja-raja mereka. Sebagai turunan dewa, pemimpin politik, sekaligus
keagamaan raja harus diabadikan dalam suatu monumen yang pantas dikenang
sepanjang masa. Maka, dibangunlah piramida yang membutuhkan banyak tenaga dan
waktu.
2. Sphinx
Sphinx adalah bangunan raksasa dan batu berupa singa berkepala manusia
(wajah raja Mesir). Sphinx merupakan perwujudan Dewa Re. Biasanya sphinx
dibangun di depan piramida sebagai penjaga. Hal itu sebagai lambang lindungan
dewa matahari terhadap raja. Sphinx terbesar terdapat di Giza.
3. Obelisk
Obelisk adalah bangunan batu berupa tugu. Pembangunan obelisk
dimaksudkan untuk memuja Dewa Re. Bangunan yang dianggap suci itu itu juga
berfungsi mencatat kejadian-kejadian penting. Itulah sebabnya, pada dinding
obelisk dijumpai tulisan hieroglyph.
4. Kuil
Kepercayaan Mesir Kuno yang bercorak polytheis tidak dapat dilepaskan
dan kuil. Oleh karena itu, peradaban Mesir Kuno meninggalkan sejumlah kuil yang
megah. Kuil itu dibangun untuk memuja dewa tertentu. Kuil peninggalan Mesir
Kuno antara lain sebagai berikut.
•Kuil Dewa Re di Heliopolis, yang dibangun semasa Kerajaan
Mesir Tua.
•Kuil Hatshepsut di Deir-el Bahari, yang dibangun semasa pemerintahan
Hatshepsut.
•Kuil Aten di Tel el Amarna, yang dibangun semasa pemerintahan Amenhotep IV.
•Kuil Dewa Amun di Karnak, yang dibangun semasa pemerintahan Ramses II.
•Kuil di Medinet Habu, yang dibangun semasa pemerintahan Ramses III
Beberapa pengaruh peradaban Mesir
terhadap kebudayaan dan seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia antara lain
sebagai berikut.
a. Tulisan Mesir Purba berkembang
keluar dan disederhanakan oleh orang Funisia. Tulisan itu kemudian diajarkan
kepada orang Yunani dan tersebar di Romawi. Setelah itu, berkembang menjadi
tulisan latin yang digunakan oleh bangsa Indonesia.
b. Kepercayaan pada jalangkung,
yaitu upacara menghadirkan roh dan ilmu hipnotis, pada awalnya berkembang di
Mesir Kuno.
c. Menurut teori difusi kebudayaan,
teknologi bangunan-bangunan besar, seperti piramida, menyebar ke seluruh
penjuru dunia, termasuk ke Indonesia dengan dibangunnya Candi Borobudur.
d. Kedatangan Islam berasal dari
Mesir, teori ini dikemukakan oleh HAMKA dan Crawford, yang mengemukakan bukti
tulisan Ibnu Battutah yang menyatakan bahwa raja Samudera Pasai bermahzab
Syafii. Mahzab Syafiii banyak terdapat di Mekah dan Mesir, sementara Iran itu
bermahzab Syiah, dan Gujarat bermahzab Hanafiah. Gelar yang biasa dipakai oleh
raja di Samudera Pasai ialah Al Malik yang biasa digunakan di Mesir, sementara
gelar di Iran ialah Syah bukan Malik.
Pemerintahan dan
ekonomi
Administrasi dan perdagangan
Firaun adalah raja yang berkuasa penuh atas
negara—setidaknya dalam teori—dan memegang kendali atas semua tanah dan sumber
dayanya. Firaun juga merupakan komandan militer tertinggi dan kepala
pemerintahan, yang bergantung pada birokrasi pejabat untuk mengurusi
masalah-masalahnya. Yang bertanggung jawab terhadap masalah administrasi adalah
orang kedua di kerjaan, sang
wazir, yang juga berperan
sebagai perwakilan raja yang mengkordinir survey tanah, kas negara, proyek
pembangunan, sistem hukum, dan arsip-arsip kerajaan. Di level regional,
kerajaan dibagi menjadi 42 wilayah administratif yang disebut
nome, yang masing-masing dipimpin oleh
seorang
nomark, yang bertanggung jawab kepada
wazir. Kuil menjadi tulang punggung utama perekonomian yang berperan tidak
hanya sebagai pusat pemujaan, namun juga berperan mengumpulkan dan menyimpan
kekayaan negara dalam sebuah sistem lumbung dan perbendaharaan dengan
meredistribusi biji-bijian dan barang-barang lainnya.
Sebagian besar perekonomian diatur secara ketat dari pusat. Bangsa Mesir
Kuno belum mengenal uang koin hingga Periode Akhir sehingga mereka menggunakan
sejenis uang barter
berupa karung beras dan beberapa deben (satuan
berat yang setara dengan 91 gram) tembaga atau perak sebagai denominatornya.
Pekerja dibayar menggunakan biji-bijian; pekerja kasar biasanya hanya mendapat
5 karung (200 kg) biji-bijian per bulan sementara mandor bisa mencapai 7
karung (250 kg) per bulan. Harga tidak berubah di seluruh wilayah negara
dan biasanya dicatat utuk membantu perdagangan; misalnya kaus dihargai 5 deben
tembaga sementara sapi bernilai 140 deben. Pada abad ke 5 sebelum masehi, uang koin
mulai dikenal di Mesir. Awalnya koin digunakan sebagai nilai standar dari
logam mulia dibanding sebagai uang yang
sebenarnya; baru beberapa abad kemudian uang koin mulai digunakan sebagai
standar perdagangan
Status sosial
Masyarakat Mesir Kuno ketika itu sangat terstratifikasi dan
status
sosial yang dimiliki seseorang ditampilkan secara terang-terangan. Sebagian
besar masyarakat bekerja sebagai petani, namun demikian hasil pertanian
dimiliki dan dikelolah oleh negara, kuil, atau keluarga ningrat yang memiliki
tanah. Petani juga dikenai pajak tenaga kerja dan dipaksa bekerja membuat
irigasi atau proyek konstruksi menggunakan sistem
corvée . Seniman dan pengrajin
memunyai status yang lebih tinggi dari petani, namun mereka juga berada di
bawah kendali negara, bekerja di toko-toko yang terletak di kuil dan dibayar
langsung dari kas negara. Juru tulis dan pejabat menempati strata tertinggi di
Mesir Kuno, dan biasa disebut "kelas kilt putih" karena menggunakan
linen berwarna putih yang menandai status mereka .
Perbudakan
telah dikenal, namun bagaimana bentuknya belum jelas diketahui.
Mesir Kuno memandang pria dan wanita, dari kelas sosial apa pun kecuali
budak, sama di mata hukum.. Baik pria maupun wanita memiliki hak untuk memiliki
dan menjual properti, membuat kontrak, menikah dan bercerai, serta melindungi
diri mereka dari perceraian dengan menyetujui kontrak pernikahan, yang dapat
menjatuhkan denda pada pasangannya bila terjadi perceraian. Dibandingkan bangsa
lainnya di Yunani, Roma, dan bahkan tempat-tempat lainnya di dunia, wanita di
Mesir Kuno memiliki kesempatan memilih dan meraih sukses yang lebih luas.
Wanita seperti Hatshepsut dan Celopatra bahkan bisa menjadi firaun. Namun,
wanita di Mesir Kuno tidak dapat mengambil alih urusan administrasi dan jarang
yang memiliki pendidikan dari rata-rata pria ketika itu..
Sistem hukum
Sistem hukum di Mesir Kuno secara resmi dikepalai oleh firaun yang
bertanggung jawab membuat peraturan, menciptakan keadilan, serta menjaga hukum
dan ketentraman, sebuah konsep yang disebut masyarakat Mesir Kuno sebagai
Ma'at. Meskipun
belum ada undang-undang hukum yang ditemukan, dokumen pengadilan menunjukkan
bahwa hukum di Mesir Kuno dibuat berdasarkan pandangan umum tentang apa yang
benar dan apa yang salah, serta menekankan cara untuk membuat kesepakatan dan
menyelesaikan konflik.
Dewan sesepuh lokal, yang dikenal dengan nama
Kenbet di Kerajaan
Baru, bertanggung jawab mengurus persidangan yang hanya berkaitan dengan
permasalahan-permasalahan kecil. Kasus
yang lebih besar termasuk di antaranya pembunuhan, transaksi tanah dalam jumlah
besar, dan pencurian makam diserahkan kepada
Kenbet Besar yang dipimpin
oleh wazir atau firaun. Penggugat dan tergugat diharapkan mewakili diri mereka
sendiri dan diminta untuk bersumpah bahwa mereka mengatakan yang sebenarnya.
Dalam beberapa kasus, negara berperan baik sebagai jaksa dan hakim, serta
berhak menyiksa terdakwa dengan pemukulan untuk mendapatkan pengakuan dan
nama-nama lain yang bersalah. Tidak peduli apakah tuduhan itu sepele atau
serius, juru tulis pengadilan mendokumentasikan keluhan, kesaksian, dan putusan
kasus untuk referensi pada masa mendatang.
Hukuman untuk kejahatan ringan di antaranya pengenaan denda, pemukulan,
mutilasi di bagian wajah, atau pengasingan, tergantung kepada beratnya
pelanggaran. Kejahatan serius seperti pembunuhan dan perampokan makam dikenakan
hukuman mati seperti pemenggalan leher, penenggelaman, atau penusukan. Hukuman
juga bisa dikenakan kepada keluarga penjahat.
Sejak pemerintahan
Kerajaan Baru,
oracle
memiliki peran penting dalam sistem hukum, baik pidana maupun perdata.
Prosedurnya adalah dengan memberikan pertanyaan "ya" atau
"tidak" kepada dewa terkait sebuah isu. Sang dewa, diwakili oleh
sejumlah imam, memberi keputusan dengan memilih salah satu jawaban, melakukan
gerakan maju atau mundur, atau menunjuk pada selembar papirus atau
ostracon.
Pertanian
Kondisi geografi yang mendukung dan tanah di tepi sungai Nil yang subur
membuat bangsa Mesir mampu memproduksi banyak makanan, dan menghabiskan lebih
banyak waktu dan sumber daya dalam pencapaian budaya, teknologi, dan artistik.
Pengaturan tanah sangat penting di Mesir Kuno karena pajak dinilai berdasarkan
jumlah tanah yang dimiliki seseorang.
Pertanian di Mesir sangat bergantung kepada siklus sungai Nil. Bangsa Mesir
mengenal tiga musim:
Akhet (banjir),
Peret (tanam), dan
Shemu
(panen). Musim banjir berlangsung dari Juni hingga September, menumpuk
lanau kaya mineral
yang ideal untuk pertanian di tepi sungai. Setelah banjir surut, musim tanam
berlangsung dari Oktober hingga Februari. Petani membajak dan menanam bibit di
ladang. Irigasi dibuat dengan parit dan kanal. Mesir hanya mendapat sedikit
hujan, sehingga petani sangat bergantung dengan sungai Nil dalam pengairan
tanaman. Dari Maret hingga Mei, petani menggunakan sabit untuk memanen.
Selanjutnya, hasil panen
dirontokan untuk memisahkan jerami dari gandum. Proses
penampian
menghilangkan sekam dari gandum, lalu gandum ditumbuk menjadi tepung, diseduh
untuk membuat bir, atau disimpian untuk kegunaan lain.
Bangsa Mesir menanam
gandum emmer dan
jelai, serta beberama
gandum sereal lain, sebagai bahan roti dan bir.Tanaman-tanaman
Flax ditanam dan
diambil batangnya sebagai serat. Serat-serat tersebut dipisahkan dan dipintal
menjadi benang, yang selanjutnya digunakan untuk menenun
linen dan membuat
pakaian.
Papirus
ditanam untuk pembuatan kertas. Sayur-sayuran dan buah-buahan dikembangkan di
petak-petak perkebunan, dekat dengan permukiman, dan berada di permukaan
tinggi. Tanaman sayur dan buah tersebut harus diairi dengan tangan.
Sayur-sayuran meliputi bawang perai, bawang putih, melon,
squash, kacang,
selada, dan tanaman-tanaman lain. Anggur juga ditanam untuk diolah menjadi
wine.
Hewan
Bangsa Mesir percaya bahwa hubungan yang seimbang antara manusia dengan
hewan merupakan elemen yang penting dalam susunan kosmos; maka manusia, hewan,
dan tumbuhan diyakini sebagai bagian dari suatu keseluruhan. Hewan, baik yang
di
domestikasi
maupun liar, merupakan sumber spiritualitas, persahabatan, dan rezeki bagi
bangsa Mesir Kuno. Sapi adalah hewan ternak yang paling penting; pemerintah
mengumpulkan pajak terhadap hewan ternak dalam sensus-sensus reguler, dan
ukuran ternak melambangkan martabat dan kepentingan pemiliknya. Selain sapi,
bangsa Mesir Kuno menyimpan domba, kambing, dan babi. Unggas seperti bebek,
angsa, dan merpati ditangkap dengan jaring dan dibesarkan di peternakan. Di
peternakan, unggas-unggas tersebut dipaksa makan adonan agar semakin gemuk.
Sementara itu, di sungai Nil terdapat sumber daya ikan. Lebah-lebah juga
didomestikasi dari masa Kerajaan Lama, dan hewan tersebut menghasilkan madu dan
lilin.
Keledai dan lembu digunakan sebagai
hewan
pekerja. Hewan-hewan tersebut bertugas membajak ladang dan menginjak-injak
bibit ke dalam tanah. Lembu-lembu yang gemuk dikorbankan dalam ritual
persembahan. Kuda-kuda dibawa oleh Hyksos pada Periode Menengah Kedua,
sementara unta, meskipun sudah ada sejak periode Kerajaan Baru, tidak digunakan
sebagai hewan pekerja hingga Periode Akhir. Selain itu, terdapat bukti yang
menunjukkan bahwa
gajah
sempat dimanfaatkan pada Periode Akhir, tetapi akhirnya dibuang karena
kurangnya tanah untuk merumput. Anjing, kucing, dan monyet menjadi hewan
peliharaan, sementara hewan-hewan seperti singa yang diimpor dari jantung
Afrika merupakan milik kerajaan.
Herodotus
mengamati bahwa bangsa Mesir adalah satu-satunya bangsa yang menyimpan hewan di
rumah mereka. Selama periode pradinasti dan akhir, pemujaan dewa dalam bentuk
hewan menjadi sangat populer, seperti dewi kucing
Bastet dan dewa ibis
Thoth, sehingga
hewan-hewan tersebut dibesarkan dalam jumlah besar untuk dikorbankan dalam
ritual.
Sumber daya alam
Mesir kaya akan batu bangunan dan dekoratif, bijih tembaga dan timah, emas,
dan batu-batu semimulia. Kekayaan itu memungkinkan orang Mesir Kuno untuk
membangun monumen, memahat patung, membuat alat-alat, dan perhiasan. Pembalsem
menggunakan garam dari
Wadi Natrun untuk
mumifikasi, yang juga menjadi sumber gypsum yang diperlukan untuk membuat
plester. Batuan yang mengandung bijih
besi dapat ditemukan di wadi-wadi gurun timur dan Sinai yang kondisi alam yang
tidak ramah. Membutuhkan ekspedisi besar (biasanya dikontrol negara) untuk
mendapatkan sumber daya alam di sana. Terdapat sebuah tambang emas luas di
Nubia, dan salah satu peta pertama yang ditemukan adalah peta sebuah tambang
emas di wilayah ini.
Wadi Hammamat adalah sumber penting granit,
greywacke, dan emas.
Rijang adalah mineral yang pertama kali dikumpulkan dan
digunakan untuk membuat alat-alat, dan kapak Rijang adalah potongan awal yang
membuktikan adanya habitat manusia di lembah Sungai Nil. Nodul-nodul mineral
secara hati-hati dipipihkan untuk membuat bilah dan kepala panah dengan tingkat
kekerasan dan daya tahan yang sedang, dan ini tetap bertahan bahkan setelah
tembaga digunakan untuk tujuan tersebut.
Perdagangan
Orang Mesir kuno berdagang dengan negeri-negeri tetangga untuk memperoleh
barang yang tidak ada di Mesir. Pada masa pra dinasti, mereka berdagang dengan
Nubia untuk
memperoleh emas dan dupa. Orang Mesir kuno juga berdagang dengan Palestina,
dengan bukti adanya kendi minyak bergaya Palestina di pemakaman firaun Dinasti
Pertama. Koloni Mesir di
Kanaan selatan juga berusia sedikit lebih tua dari dinasti
pertama. Firaun
Narmer
memproduksi tembikar Mesir di Kanaan, dan mengekspornya kembali ke
Mesir
Paling lambat dari masa Dinasti Kedua, Mesir kuno mendapatkan kayu berkualitas
tinggi (yang tak dapat ditemui di Mesir) dari
Byblos. Pada masa
Dinasti Kelima, Mesir kuno dan
Punt memperdagangkan emas, damar, eboni, gading, dan
binatang liar seperti monyet. Mesir bergantung pada
Anatolia untuk
memasok persediaan timah dan tembaga (keduanya merupakan bahan baku untuk
membuat perunggu). Orang Mesir kuno juga menghargai batu biru
lapis
lazuli, yang harus diimpor dari
Afganistan.
Partner dagang Mesir di Laut Tengah meliputi
Yunani
dan Kreta, yang menyediakan
minyak zaitun (selain barang-barang lainnya). Sebagai
ganti impor bahan baku dan barang mewah, Mesir mengekspor gandum, emas, linen,
papirus, dan barang-barang jadi seperti kaca dan benda-benda batu.
Budaya
Seni
Bangsa Mesir Kuno memproduksi seni untuk berbagai tujuan. Selama 3500 tahun,
seniman mengikuti bentuk artistik dan ikonografi yang dikembangkan pada masa
Kerajaan Lama. Aliran ini memiliki prinsip-prinsip ketat yang harus diikuti,
mengakibatkan bentuk aliran ini tidak mudah berubah dan terpengaruh aliran
lain. Standar artistik—garis-garis sederhana, bentuk, dan area warna yang datar
dikombinasikan dengan karakteristik figure yang tidak memiliki kedalaman
spasial—menciptakan rasa keteraturan dan keseimbangan dalam komposisinya.
Perpaduan antara teks dan gambar terjalin dengan indah baik di tembok makam dan
kuil, peti mati, maupun patung.
Seniman Mesir Kuno dapat menggunakan batu dan kayu sebagai bahan dasar untuk
memahat. Cat didapatkan dari mineral seperti bijih besi (merah dan kuning),
bijih perunggu (biru dan hijau), jelaga atau arang (hitam), dan batu kapur
(putih). Cat dapat dicampur dengan
gum arab
sebagai pengikat dan ditekan (
press), disimpan untuk kemudian diberi air
ketika hendak digunakan. Firaun menggunakan
relief untuk
mencatat kemenangan di pertempuran, dekrit kerajaan, atau peristiwa religius.
Di masa Kerajaan Pertengahan, model kayu atau tanah liat yang menggambarkan
kehidupan sehari-hari menjadi populer untuk ditambahkan di makam. Sebagai usaha
menduplikasi aktivitas hidup di kehidupan setelah kematian, model ini diberi
bentuk buruh, rumah, perahu, bahkan formasi militer.
Meskipun bentuknya hampir homogen, pada waktu tertentu gaya karya seni Mesir
Kuno terkadang mengikuti perubahan kultural atau perilaku politik. Setelah
invasi Hykos di Periode Pertengahan Kedua, seni dengan gaya
Minoa
ditemukan di
Avaris.
Salah satu contoh perubahan gaya akibat adanya perubahan politik yang menonjol
adalah bentuk artistik yang dibuat pada masa Amarna: patung-patung disesuaikan
dengan gaya pemikiran religius
Akhenaten. Gaya ini, yang dikenal sebagai
seni Amarna, langsung diganti
dan dibuah ke bentuk tradisional setelah kematian
Akhenaten.
Adat pemakaman
Orang Mesir Kuno mempertahankan
seperangkat adat pemakaman yang diyakini sebagai kebutuhan untuk menjamin
keabadian setelah kematian. Berbagai kegiatan dalam adat ini adalah :
proses mengawetkan tubuh melalui mumifikasi, upacara pemakaman,
dan penguburan mayat bersama barang-barang yang akan digunakan oleh almarhum di
akhirat. Sebelum periode Kerajaan Lama, tubuh mayat dimakamkan di dalam lubang
gurun, cara ini secara alami akan mengawetkan tubuh mayat melalui proses
pengeringan. Kegersangan dan kondisi gurun telah menjadi keuntungan sepanjang
sejarah Mesir Kuno bagi kaum miskin yang tidak mampu mempersiapkan pemakaman
sebagaimana halnya orang kaya. Orang kaya mulai menguburkan orang mati di
kuburan batu, akibatnya mereka memanfaatkan mumifikasi buatan, yaitu dengan
mencabut organ internal, membungkus tubuh menggunakan kain, dan meletakkan
mayat ke dalam sarkofagus berupa batu empat persegi panjang atau peti
kayu. Pada permulaan dinasti keempat, beberapa bagian tubuh mulai diawetkan
secara terpisah dalam toples kanopik.

Anubis adalah dewa pada zaman mesir
kuno yang dikaitkan dengan mumifikasi dan ritual pemakaman. Pada gambar ini ia
sedang mendatangi seorang mumi.
Pada periode Kerajaan Baru, orang
Mesir Kuno telah menyempurnakan seni mumifikasi. Teknik terbaik pengawetan mumi
memakan waktu kurang lebih 70 hari lamanya, selama waktu tersebut secara
bertahap dilakukan proses pengeluaran organ internal, pengeluaran otak melalui
hidung, dan pengeringan tubuh menggunakan campuran garam yang disebut natron.
Selanjutnya tubuh dibungkus menggunakan kain, pada setiap lapisan kain tersebut
disisipkan jimat pelindung, mayat kemudian diletakkan pada peti mati yang
disebut antropoid. Mumi periode akhir diletakkan pada laci besar cartonnage
yang telah dicat. Praktik pengawetan mayat asli mulai menurun sejak zaman Ptolemeus
dan Romawi, pada zaman ini masyarakat mesir kuno lebih menitikberatkan pada
tampilan luar mumi.
Orang kaya Mesir dikuburkan dengan
jumlah barang mewah yang lebih banyak. Tradisi penguburan barang mewah dan
barang-barang sebagai bekal almarhum juga berlaku pada semua masyarakat tanpa
memandang status sosial. Pada permulaan Kerajaan Baru, buku kematian ikut
disertakan di kuburan, bersamaan dengan patung shabti yang dipercaya akan membantu
pekerjaan mereka di akhirat . Setelah pemakaman, kerabat yang masih hidup
diharapkan untuk sesekali membawa makanan ke makam dan mengucapkan doa atas
nama almarhum.
Teknologi, pengobatan, dan matematika
Teknologi
Dalam bidang tekonologi, pengobatan, dan matematika, Mesir kuno telah
mencapai standar yang relatif tinggi dan canggih pada masanya.
Empirisme
tradisional, sebagaimana dibuktikan oleh
Papirus Edwin Smith dan
Ebers (c. 1600 SM),
ditemukan oleh bangsa Mesir. Bangsa Mesir kuno juga diketahui menciptakan
alfabet dan
sistem
desimal mereka sendiri.
Salah satu peninggalan Mesir kuno yang bernilai seni tinggi.
Tembikar glasir bening dan kaca
Bahkan sebelum masa keemasan di bawah kekuasaan
Kerajaan
Lama, bangsa Mesir kuno telah mampu mengembangkan sebuah material kilap
yang dikenal sebagai
tembikar glasir bening, yang dianggap
sebagai bahan artifisial yang cukup berharga. Tembikar glasir bening adalah
keramik yang terbuat dari
silika,
sedikit
kapur dan
soda,
serta bahan pewarna, biasanya tembaga. Tembikar glasir bening digunakan untuk
membuat manik-manik, ubin, arca, dan lainnya. Ada beberapa metode yang dapat
digunakan untuk menciptakan tembikar glasir bening, namun yang sering digunakan
adalah menaruh bahan baku yang telah diolah menjadi pasta di atas tanah liat,
kemudian membakarnya. Dengan teknik yang sama, bangsa Mesir kuno juga dapat
memproduksi sebuah pigmen yang dikenal sebagai
Egyptian Blue, yang
diproduksi dengan menggabungkan silika, tembaga, kapur dan sebuah alkali
seperti natron.
Bangsa mesir kuno juga mampu membuat berbagai macam objek dari kaca, namun
tidak jelas apakah mereka mengembangkan teknik itu sendiri atau bukan. Tidak
diketahui pula apakah mereka membuat bahan dasar kaca sendiri atau
mengimpornya, untuk kemudian dilelehkan dan dibentuk, namun mereka dipastikan
memiliki kemampuan teknis untuk membuat objek dan menambahkan elemen mikro
untuk mengontrol warna dari kaca tersebut. Banyak warna yang dapat mereka
ciptakan, termasuk di antaranya kuning, merah, hijau, biru, ungu, putih, dan
transparan.
Pengobatan
Prasasti yang menggambarkan alat-alat pengobatan Mesir kuno.
Permasalahan medis di Mesir kuno kebanyakan berasal dari kondisi lingkungan
di sana. Hidup dan bekerja di dekat sungai Nil mengakibatkan mereka terancam
penyakit seperti
malaria
dan parasit
schistosomiasis, yang dapat mengakibatkan kerusakan
hati dan dan pencernaan. Binatang berbahaya seperti buaya dan kuda nil juga
menjadi ancaman. Cidera akibat pekerjaan yang sangat berat, terutama dalam
bidang konstruksi dan militer, juga sering terjadi. Kerikil dan pasir di tepung
(muncul akibat proses pembuatan tepung yang belum canggih) merusak gigi,
sehingga menyebabkan mereka mudah terserang
abses.
Hidangan yang dimakan orang kaya di Mesir kuno biasanya mengandung banyak
gula, yang mengakibatkan banyaknya penyakit
periodontitis. Meskipun di
dinding-dinding makam kebanyakan orang kaya digambarkan memiliki tubuh yang
kurus, berat badan mumi mereka menunjukkan bahwa mereka hidup secara
berlebihan.
Harapan hidup orang dewasa berkisar antara 35 tahun
untuk laki-laki dan 30 tahun untuk wanita
Tabib-tabib Mesir Kuno termasyhur dengan kemampuan pengobatan mereka dan
beberapa, seperti
Imhotep,
tetap dikenang meskipun telah lama meninggal.
Herodotus
mengatakan bahwa terdapat pembagian spesialisasi yang tinggi di antara
tabib-tabib Mesir; misalnya beberapa tabib hanya mengobati permasalahan pada
kepala atau perut, sementara yang lain hanya mengobati masalah mata atau gigi.
Pelatihan untuk tabib terletak di
Per Ankh atau institusi "Rumah
Kehidupan," yang paling terkenal terletak di
Per-Bastet semasa Kerajaan Baru
dan di
Abydos serta
Saïs di
Periode Akhir. Sebuah
papirus medis menunjukkan
bahwa bangsa Mesir memiliki pengetahuan empiris soal anatomi, luka, dan
perawatannya.
Luka-luka dirawat dengan cara membungkusnya dengan daging mentah, linen
putih, jahitan, jaring, blok, dan kain yang dilumuri madu untuk mencegah
infeksi. Mereka juga menggunakan opium untuk mengurangi rasa sakit. Bawang
putih maupun merah dikonsumsi secara rutin untuk menjaga kesehatan dan
dipercaya dapat mengurangi gejala
asma. Ahli bedah mesir mampu menjahit luka, memperbaiki tulang
yang patah, dan melakukan amputasi. Mereka juga mengetahui bahwa ada beberapa
luka yang sangat serius sehingga yang dapat mereka lakukan hanyalah mebuat
pasien merasa nyaman menjelang ajalnya.
Pembuatan kapal
Bangsa Mesir kuno telah tahu bagaimana merakit papan kayu menjadi lambung
kapal sejak tahun 3000 SM.
Archaeological
Institute of America melaporkan bahwa beberapa kapal tertua yang pernah
ditemukan berjenis
kapal Abydos. Kapal-kapal
yang ditemukan di
Abydos ini dibuat dari papan kayu yang "dijahit"
menggunakan tali pengikat. Awalnya kapal-kapal tersebut diperkirakan sebagai
milik
Firaun
Khasekhemwy karena ditemukan dikubur bersama dan berada di dekat kamar
mayat
Firaun
Khasekhemwy[,
namun penelitian menunjukkan bawa kapal-kapal itu lebih tua dari usia sang
firaun, sehingga kini diperkirakan sebagai kapal milik firaun yang lebih
terdahulu. Menurut profesor David O'Connor dari
New York University, kapal-kapal itu
kemungkinan merupakan kapal milik
Firaun Aha.
Namun meskipun bangsa Mesir Kuno memiliki kemampuan untuk membuat kapal yang
sangat besar dan mudah dikendalikan di atas sungai Nil, mereka tidak dikenal
sebagai pelaut yang handal.
Matematika
Perhitungan matematika tertua yang ditemukan berasal dari periode
Naqada, yang juga
menunjukkan bahwa bangsa Mesir ketika itu telah mengembangkan
sistem
bilangan. Nilai penting matematika bagi seorang intelektual kala itu
digambarkan dalam sebuah surat fiksi dari zaman Kerajaan Baru. Pada surat itu,
penulisnya mengusulkan untuk mengadakan kompetisi antara dirinya dan ilmuwan
lain berkenaan masalah penghitungan sehari-hari seperti penghitungan tanah,
tenaga kerja, dan padi. Teks seperti
Papirus Matematika Rhind dan
Papirus Matematika Moskwa menunjukkan
bahwa bangsa Mesir Kuno dapat menghitung empat operasi matematika dasar —
penambahan, pengurangan, pengalian, dan pembagian — menggunakan pecahan,
menghitung volume kubus dan piramid, serta menghitung luas kotak, segitiga,
lingkaran, dan bola. Mereka memahami konsep dasar
aljabar dan
geometri, serta
mampu memecahkan
persamaan simultan.
Notasi matematika Mesir Kuno bersifat desimal (berbasis 10) dan didasarkan
pada simbol-simbol hieroglif untuk tiap nilai perpangkatan 10 (1, 10, 100, 1000,
10000, 100000, 1000000) sampai dengan sejuta. Tiap-tiap simbol ini dapat
ditulis sebanyak apapun sesuai dengan bilangan yang diinginkan; sehingga untuk
menuliskan bilangan delapan puluh atau delapan ratus, simbol 10 atau 100
ditulis sebanyak delapan kali. Karena metode perhitungan mereka tidak dapat
menghitung pecahan dengan pembilang lebih besar daripada satu, pecahan Mesir
Kuno ditulis sebagai jumlah dari beberapa pecahan. Sebagai contohnya, pecahan
dua per tiga (2/3) dibagi menjadi jumlah dari 1/3 + 1/15; proses ini dibantu
oleh tabel nilai [pecahan] standar. Beberapa pecahan ditulis menggunakan glif
khusus; nilai yang setara dengan 2/3 ditunjukkan oleh gambar di samping.
Matematikawan Mesir Kuno telah mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari
teorema Pythagoras.Mereka juga dapat
memperkirakan luas lingkaran dengan mengurangi satu per sembilan diameternya
dan memangkatkan hasilnya:
yang hasilnya mendekati rumus
πr 2.